Oleh Respati Wasesa/ Litbang Sastra Kalimalang
Pagi itu, Senin (09/04/2012), ada yang beda di Bantaran Kalimalang dekat Universitas Islam 45 Kota Bekasi (Unisma). Masyarakat menikmati pesta seni. Ya, dari mulai pelajar, anak jalanan, mahasiswa, Abang-Mpok Bekasi, seniman dan budayawan hingga para pejabat. Kami, Sastra Kalimalang, sengaja menghadirkan ruang ini untuk bersama-sama mengajak masyarakat merenungkan fenomena sosial.
Acara Panggung Terapung Dua tersebut dibuka dengan aksi bersih kali. Masyarakat terjun langsung memungut sampah yang berserakan di bantaran Kalimalang. Selain itu, aksi tanam pohon juga dilakukan. Lewat pendekatan seni, ternyata masyarakat lebih gembira dan ikhlas. Kesadaran akan pentingnya sungai lebih mudah diserap daripada mesti dijelaskan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Menjelang senja, kita bisa melihat bagaimana anak-anak kecil tanpa segan bermandi di sungai, sedangkan di tepian suara musik mengalun merdu. Enceng gondok menari-nari dan tersendat di depan panggung terapung. Kemudian lilin-lilin menyala di tubir, lampu berpendaran dan pengendara di Jalan Chairil Anwar berjejer menoleh ke Kalimalang sembari menunggu lampu hijau menyala. Itu semua terjadi apa adanya!
Memang, di Kota Patriot ini tempat hiburan tak susah kita temui. Mall, bioskop, karaoke dan kafe berserakan di mana-mana. Tapi apakah semua kalangan bisa menikmati? Tidak. Tempat-tempat hiburan itu memakan biaya, monoton di ruang-ruang pengap serta membuka peluang orang bergaya hidup hedonis dan individualis. Hal itu tentu saja melebarkan kesenjangan sosial.
Panggung Terapung adalah acara rutin triwulan sekali yang diadakan Sastra Kalimalang. Kami ingin merekatkan solidaritas masyarakat Kota Bekasi. Sebagai kota urban, Bekasi dihuni oleh berbagai suku, ras maupun agama. Kehidupan sehari-hari dan himpitan kebutuhan membuat masyarakat mudah tempramental, menciptakan kubu-kubu bahkan mendewakan egosentrisme. Setidaknya, kami berusaha dan terus berusaha untuk membawa kesejukan bagi masyarakat Kota Bekasi.
Mencoba berkaca diri
“Adam dan Hawa turun ke bumi, memadu kasih dan berbuahlah manusia bersuku-suku bangsa di dunia. Ada yang jadi petani, tukang ojek, pengamen, dokter, guru, ilmuan, seniman dan berbagai macam profesi. Tidak mau kalah, seorang astronot pun coba terbang ke bulan, ia merasakan betapa sulitnya mencari air. Dengan teropongnya, sang astronot tersenyum bangga melihat kita sedang menjalani misi mulia menjaga sungai,” kata Agus Nur Amal di bantaran Kalimalang pada penonton.
“Yah..namanya juga dongeng. Sah saja, kan?” sontak penonton tertawa.
Begitulah penampilan bintang tamu kami yang mungkin wajahnya tak asing di layar kaca. Ada lagi penampilan pencak silat khas Bekasi Cingkrik Goning dengan balas pantunnya, Kong Guntur Elmogas dengan Situnnya serta penampilan Teater Ompong dengan unjuk teatrikalnya. Juga penyair Irman Syah yang memikat lewat syair dan bansinya (alat tiup tradisi Minangkabau).
“Jangan tergesa, masih banyak yang tertinggal,” ucap Irman Syah.
Pertunjukan seni di Panggung Terapung memang sarat nilai-nilai. Kami mengajak masyarakat tersenyum: mungkin di hati kita ada kegetiran. Pastinya, Panggung Terapung tak akan terlaksana tanpa dukungan dan sumbang saran semua lapisan masyarakat Bekasi. Teman-teman jalanan, media, Bekasi Foto, Dewan Kesenian, Unisma dan banyak pula seorang-demi seorang yang rela menyisihkan tenaga dan waktunya untuk mendukung acara ini. Kami sangat berterima kasih. Semoga tiga bulan ke depan Panggung Terapung hadir kembali. Salam budaya!!
Jumat, 13 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar