Karya : A.R Arroissi
(Guru SMAN 1 Cikarang barat)
Detik demi detik terus berdetak
... Menit demi menit terus berpacu
Jam demi jam terus menapak
Hari demi hari terus berlalu
Tak kenal lelah engkau berputar
Seiring perjalanan waktu beredar
Sementara sang fajar keluar dari peraduannya dari sebelah timur
Untuk melanjutkan perjalanan ke arah barat.
Begitulah, setiap hari engkau berjalan
Tak kenal lelah engkau berputar
Seiring perjalanan waktu beredar
Sedang hatiku masih terasa galau
oleh permainan ombak politik massa
dan penguasa wilayah
akan dibawa ke mana wilayahku?
Kemenangan akan dijanjikan
kesejahteraan telah disuarakan
Kedamaian telah dikumandangkan
Kita tunggu di masa kepemimpinan kedua, yang akan datang
Tambun, 5 Januari 2012
Tak kenal lelah engkau berputar
Seiring perjalanan waktu beredar
Sedang hatiku masih terasa galau
oleh permainan ombak politik massa
dan penguasa wilayah
akan dibawa ke mana wilayahku?
Kemenangan akan dijanjikan
kesejahteraan telah disuarakan
Kedamaian telah dikumandangkan
Kita tunggu di masa kepemimpinan kedua, yang akan datang
Tambun, 5 Januari 2012
SABDA KAWULA ALIT
Karya: Efendi Jack
Aku
... Kawula alit
Bersabda :
Akan datang
Pemimpin yang terlahir
Dari rahim pertiwi, kepedihan
Berasal dari janin-janin yang tertindas
Lewat denyut nadi kehidupan
Akan datang seorang pemimpin
Bukan seperti cerita dongeng atau legenda
Tidak pula seperti Satrio Piningit yang ada tujuh jenis
Atau seperti cerita sang Ratu Adil
Akan datang;
Pemimpin yang adil tanpa mengadili
Pemimpin yang bijak tanpa berkacak
Mampu membawa pada kebenaran
Jakarta, February 7, 2012
Karya: Efendi Jack
Aku
... Kawula alit
Bersabda :
Akan datang
Pemimpin yang terlahir
Dari rahim pertiwi, kepedihan
Berasal dari janin-janin yang tertindas
Lewat denyut nadi kehidupan
Akan datang seorang pemimpin
Bukan seperti cerita dongeng atau legenda
Tidak pula seperti Satrio Piningit yang ada tujuh jenis
Atau seperti cerita sang Ratu Adil
Akan datang;
Pemimpin yang adil tanpa mengadili
Pemimpin yang bijak tanpa berkacak
Mampu membawa pada kebenaran
Jakarta, February 7, 2012
KOTA TUA
Karya : Dian Rusdiana
ada yang berubah
... saat melintasi kota itu
suasana yang semakin sunyi
sepi oleh keramahan
semakin sesak
padat oleh ketamakan
kecurangan semakin meraja
kemunafikan diagungkan
kesombongan disekutukan
apa yang harus dibanggakan
bila seorang pemimpin
tega merampas hak rakyatnya sendiri
kini wajah itu telah renta dimakan usia
dan tak mampu lagi
menopang keadilan
kebisuan hanya menjadi saksi
sejarah berdirinya sebuah
kerakusan dan keserakahan yang
mulai berakar dan menjadi
pondasi yang perlahan
akan menuju kehancuran
Bekasi, 25 September 2010
Karya : Dian Rusdiana
ada yang berubah
... saat melintasi kota itu
suasana yang semakin sunyi
sepi oleh keramahan
semakin sesak
padat oleh ketamakan
kecurangan semakin meraja
kemunafikan diagungkan
kesombongan disekutukan
apa yang harus dibanggakan
bila seorang pemimpin
tega merampas hak rakyatnya sendiri
kini wajah itu telah renta dimakan usia
dan tak mampu lagi
menopang keadilan
kebisuan hanya menjadi saksi
sejarah berdirinya sebuah
kerakusan dan keserakahan yang
mulai berakar dan menjadi
pondasi yang perlahan
akan menuju kehancuran
Bekasi, 25 September 2010
RAKSASA LAPAR
Karya : Budhi Setyawan
merintih-rintih
... perut kosong
jerit kesal
nyala amarah
menyemburat di lingkar bola mata
mana sesajen
mana santapan
telah menggunung amuk badai
triwikrama sekejap
membahanakan kebodohan
dikira dunia ini
menyajikan kesempurnaan
ooh…
tak akan
tak semua pagi sejuk
tak seluruh malam dingin
warna-warni akan cepat berganti
Karya : Budhi Setyawan
merintih-rintih
... perut kosong
jerit kesal
nyala amarah
menyemburat di lingkar bola mata
mana sesajen
mana santapan
telah menggunung amuk badai
triwikrama sekejap
membahanakan kebodohan
dikira dunia ini
menyajikan kesempurnaan
ooh…
tak akan
tak semua pagi sejuk
tak seluruh malam dingin
warna-warni akan cepat berganti
REPUBLIK DENDAM
Karya : Budhi Setyawan
mengapa wajah Ken Arok yang selalu terbit
... di saat riuh dinding pun bercakap tentang
pemimpin negeri
ini negara republik, malah mengaku demokrasi
namun selalu suka berwarna dan beraroma kerajaan
berduyun-duyun dan mengekalkan bangga
dengan menekuni tuah kutuk Empu Gandring
mengembangbiakkan dendam tak berkesudahan
apa yang dicari
kebingungan menganyam kebingungan
kegamangan demi kegamangan
oh malang melintang keangkuhan dalam kebodohan
bercuap-cuap ucap sendiri
tak disadari tak didasari arah angin
tak dimengerti bertubi-tubi
suka mabuk amuk kecamuk
terperosok pada lautan otak membusuk
silau kilau emas kemasan
bolong melompong barisan tong kosong
menyimpan api-api yang siap bakar
lantak menyeruak tukak-tukak
sejarah zaman yang rusak
tersisa patung dengan mata terbeliak
Karya : Budhi Setyawan
mengapa wajah Ken Arok yang selalu terbit
... di saat riuh dinding pun bercakap tentang
pemimpin negeri
ini negara republik, malah mengaku demokrasi
namun selalu suka berwarna dan beraroma kerajaan
berduyun-duyun dan mengekalkan bangga
dengan menekuni tuah kutuk Empu Gandring
mengembangbiakkan dendam tak berkesudahan
apa yang dicari
kebingungan menganyam kebingungan
kegamangan demi kegamangan
oh malang melintang keangkuhan dalam kebodohan
bercuap-cuap ucap sendiri
tak disadari tak didasari arah angin
tak dimengerti bertubi-tubi
suka mabuk amuk kecamuk
terperosok pada lautan otak membusuk
silau kilau emas kemasan
bolong melompong barisan tong kosong
menyimpan api-api yang siap bakar
lantak menyeruak tukak-tukak
sejarah zaman yang rusak
tersisa patung dengan mata terbeliak
ANYIR
Oleh Ari Sumitro
Jalan membujur panjang
Angin meniup kencang
Mentari mencakar si Jalang
Rembulan tak kunjung datang
Peluh bercucuran dari seberang
Seberang leher seberang ketiak
Seberang perut seberang-seberang lain
Menjalar membakar kabar
Membaur aroma panjang
Menjalar menggoda iman
Siapa datang siapa pulang
Semua ketagihan aroma Jalang
Terminal, stasiun, pangkalan, segala tetek-bengek
Bau kelamin menyeberang syahwat
Tak peduli siang juga malam
Semua telanjang untuk uang
Lalu angin meniup sabar
Walau sedikit asal bayar
nafas terengah mendesah jahanam
Bau kelamin menyeberang syahwat
Angin meniup kasar
badai mengamuk Jalang
Tuhan cipta si Jalang
Tuhan murkai si Jalang
Rajasinga rajakuda rajakambing
Wahai para Raja…
Rajatikus sang rajasinga
menepikan tetek kendor lagi
Menepikan tubuh molek lagi
Bau apek bau syahwat
Bau-bau-bau tak karuan
Mencumbui jalan mencumbu pangan
Asal uang pasti jalan; dagangan
Orang dagang orang-orang-orang
Jajan tua muda jajan lajang duda
Jajanan para lanang
jajan-jajan ayo jajan mari jajan
Raja, laupakah kau akan anyir ini?
(Mahasiswa UIN Jakarta, tinggal di Bekasi)
MAHKOTA SANG RAJA
Karya Muhamad Jamaluddin
Seharusnya bertuliskan membela yang lemah membantu yang miskin
Ia tak perlu miring ke kanan atau ke kiri
Tetap teguh berdiri dengan kesadaran pasti
... Menjaga mahkota yang dititipi
Sebagai simbol kearifan dan perjuangan
Obor penyala pemberi penerangan
Samundra dalam penerima ketenangan
Imam terdepan pengelola semesta
Mengenali aku kau dan kita
walau jauh kau dekat
Hingga bisa kita pikul bersama
Mana tanggunganmu dan tanggunganku
Itu seharusnya
Tapi kini tak seperti itu adanya
Hanya cerita dongeng untuk anakku saja
Tentang kebenaran-kebenaran..
Seharusnya bertuliskan membela yang lemah membantu yang miskin
Ia tak perlu miring ke kanan atau ke kiri
Tetap teguh berdiri dengan kesadaran pasti
... Menjaga mahkota yang dititipi
Sebagai simbol kearifan dan perjuangan
Obor penyala pemberi penerangan
Samundra dalam penerima ketenangan
Imam terdepan pengelola semesta
Mengenali aku kau dan kita
walau jauh kau dekat
Hingga bisa kita pikul bersama
Mana tanggunganmu dan tanggunganku
Itu seharusnya
Tapi kini tak seperti itu adanya
Hanya cerita dongeng untuk anakku saja
Tentang kebenaran-kebenaran..
(Tinggal di Bekasi)
Andalemi
Oleh Sulistio Gemacita
ada senyum menawanmu di kota ini,
kota para pembebas Jayakarta dari bangsa Peranggi
Andalemi…bila kau ada di sini
senja yang suram di antara celah pinus
akan terlihat berkilau di matamu.
Engkau seperti kicau burung
mengisi udara dengan nyanyian rindu
rindu mereka nyaring di lereng Ciremai
di sisi cadasan bukit pantai selatan
nafasmu berhembus membawa kisah gelombang arus laut
seperti nafas rindu Idayu menanti Hang Wira kembali dari utara.
dari mata coklatmu yang bulat,
terpancar kesederhanaan dan kerendahan hati
Andalemi, bait-bait puisi tentangmu selalu indah
seperti barisan dahan-dahan padi yang menghijau*
(Petani, tinggal di Bekasi)
karya : Andre s putra siregar
berjalan dari sejarah yang panjang
jangan deraikan air mata
tersenyumlah sampaikan dengan mawar
jangan biarkan ibu pertiwi menangis
bermekaran bunga-bunga bangsa
tumbuh menghiasi bumi
karya : Asep Tohari
RahmatMu atas rejeki adalah anugrah
Tetapi itu semua takkan berarti apa-apa
Bila membiarkan batu teruun rapi
Di dasar kalbu
Oh, panggung kehidupan
Bila hati diasah oleh dendam
Adakah damai dan bahagia
Bila tanpa pengetahuan?
Kemanakah langkah akan terayun?
Adakah keadilan?
Bila ketimpangan hidup jelas kelihatan
Bila pelaku kebijakan tanpa kearifan, kejujuran
Kemanakah makna norma agama?
Bila kajian masalah moral diabaikan
Bila kesalahan hidup dijadikan kewajaran
Bila kerjaan soal susila ditonton tanpa batasan
Kemanakah sumpah!
Bila pemuda dan pemudi kehilangan jati diri
Lalu tanggung jawab menjelma dia jadi keluh
Tuhanku Yang Maha Baik
Sesak jiwaku di pinggir trotoar
Melihat beratus bocah di jalan
Tanpa pengetahuan, tanpa pendidikan dan tanpa persinggahan
Pandangannya kabur abu-abu kelabu
Tanpa masa depan
Tuhanku Yang Maha Kaya
Yang dari apapun adalah haq
Di satu tempat ada yang berpesta
Berlimpah ruah dengan macam hidangan
Tetapi sementara di muka di tv
Aku melihat...
Seorang ibu curi susu untuk anaknya
Tuhanku Yang Maha Pencipta
MatahariMu bersinar alangkah elok
Bukit dan gunung gagah menjulang
Daun-daun dan rerumputan indah melambai
Berkilauan permata embun wajah bunga aneka nama, warna dan rupa
Bermekaran kelopaknya menatap angkasa
Tetapi yang aku lihat di dalam keseharian
Adalah ironis jadi tetangga di kenyataan
Tuhanku Yang Maha Pelindung
Maha Penolong...
Mereka dihinakan oleh kesombongan,
Mereka terpukul oleh sifat kediktatoran,
Mereka terpinggirkan oleh angkuhnya zaman,
Wahai pemilik nama-nama baik
Maha Bijak, Maha Mendengar
Inilah pintaku di pinggir trotoar
Tak ada yang tersisa bagiku kecuali do'a
Kabulkanlah ! .......Amin.
Bekasi, Juni 2010
SITUN KONG GUNTUR ELMOGAS
Ayunlah ayun Siti Maesaroh
Kita semua keseringan
Pemimpin jujur tinggal separoh
... Jangan lu pada ngarep Maghfiroh
Indung-indung kepala bandeng
Bapa erte pake udeng-udeng
Rakyat di kampung cuma ngegrendeng
Bo nggan lu pilih pemimpin gendeng
Uncang angge di korsi duduk
Mulut gegares makan nasi uduk
Pemimpin kita kaga punya waduk
Cumen ngirimin 3 spanduk
da'ah cape...
Ayunlah ayun Siti Maesaroh
Kita semua keseringan
Pemimpin jujur tinggal separoh
... Jangan lu pada ngarep Maghfiroh
Indung-indung kepala bandeng
Bapa erte pake udeng-udeng
Rakyat di kampung cuma ngegrendeng
Bo nggan lu pilih pemimpin gendeng
Uncang angge di korsi duduk
Mulut gegares makan nasi uduk
Pemimpin kita kaga punya waduk
Cumen ngirimin 3 spanduk
da'ah cape...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar