Senin, 30 Januari 2012

Jelang 2012


Cermin Kemarin. Kini Semakin Tua

debu kemarau
menempel pada baliho janji-janji
terbawa  air
hujan Desember membawa kabar
pada tanah basah
akar kering akan menjelma jadi tunas baru.

hari masih sama,
sesak dengan kemacetan di mana-mana
musim  tak dapat diterka,
kemarau digenangi air,
sedang di penghujan panas menyengat

tambah satu, hitungan waktu
di cermin ku berkaca
wajah sudah semakin tua.

Karya: Awat setiawati (Guru SMPN 3 Cibarusah)

SITUN KONG GUNTUR
Beganti Taun

dua ribu sebelas udah mu liwat
banyak cerita gawat
banyak nyeng kagak kerawat
termasuk ngurus jerawat

taun penuh kenangan
tapi juga kebimbangan
tapi juga kebingungan
karena banyak orang  masuk kurungan

dua ribu duabelas  di depan mata
semoga penuh cita dan cinta
bukan kemiskinan nyeng merata
namun arepan nyeng mungkinan danta


Doa di Penghujung Langkah
Oleh Iis, pedagang es kelapa, tinggal di Margajaya.

harapan indah meliuk-liuk memutari anganku:
hidup lebih baik di hari depan
aku hanya manusia biasa,
doa menjelma nyata adalah niscaya

tak terkira betapa jerih mengayuh nasib
aku mesti tekun menganyam ikhlas,
mematuk riski di jalan-jalan
sementara kulihat di sana tuan duduk manis
dilingkupi gegap kemewahan
mereka berpijak lembut di tangga-tangga tahta

bumiku menitikkan air mata,
laut mengoyak murka daratan manusia,
juga tanah tinggi dilingkupi cincin api
pesisir hancur, pedalaman lebur

kita telah terlampau lena pada bau busuk di tubuh
berkacalah, banyak bintik hitam di wajah

Ya Tuhan, hamba mengais makan untuk hidup,
Bukan hidup demi makan
restuilah langkah kecil tak berkesudahan ini

Bekasi, 2011.


Indonesia Masih Menangis
Oleh: Didi Mulyawan (Ket. SENAT FAPERTA UNISMA Bekasi)

Desemberku sesaat lagi berlalu
deruan kabar angin tentang rakyat menangis masih menyelimuti negeriku
darah - darah segar belum kering di akhir tahun ini
darah mereka...darah rakyat tentang pembebasan
darah perjuangan tentang hak dan keadilan
keadilan akan kehidupan yang sesungguhnya

Januariku...Januarimu..Januari kita
sebentar lagi akan kita singsing bersama
kemeriahan keceriaan kegembiraan kan terlupa hari esok
namun tak apalah sesaat kita rasakan kegembiraan
lihatlah saudaraku...saudara kita di pelosok Timur dan pelosok Barat negeri ini
‘sesaat itu’, tak sedikit pun mereka rasakan

terpal - terpal berlubang masih melindungi kita dari terik dan curahan awan...
ratapan - ratapan tentang penindasan masih menyisakan duka mendalam
normal tak lagi ada di mata dan hati mereka
ketakutan selalu melekat di benak mereka

hai pemimpin!!!! hai pemimpin!!!! hai pemimpin negeri!!!!
tak kaulihat saudara - saudara ku ini!!!
saudara - saudaraku yang menjadikanmu di singgasana pemimpin
mengapa kaujadikan negeri kami negeri sejuta kemaluan
negerinya para penafsu hutan belantara
kaujadikan negeri congkak atas keterpurukan
kaubuat kami menyambut tangisan kesedihan
dan ketidakbisaan

akhirnya kami meninggalkan Desember dengan penuh pertanyaan
dengan penuh duka
tak ada canda di Januariku
hingga pertanyaan - pertanyaan tentang negeri terjawab
tak peduli oleh alam
atau mungkin kami yang akan menjawab pertanyaan itu dengan cara kami sendiri
god bless Indonesia!

Cermin Waktu
(karya Budhi Setyawan, Ketua Forum Sastra Bekasi)

Ini telah di ujung
gaung segala gores dan gurat
paragraf dan alinea
kata dan aksara
sebelum menempuh lagi, kembara

adakah yang akan kausampaikan
tentang tubuh kota yang menua
atau nafas kita yang kian purba

atau di mana kau simpan wajah desa
juga reranting nurani ibunda
yang semakin kerap terlupa, terluka

tak ada tanda putaran balik
pada lajur jelajah ini
tak ada karet penghapus
pada baris tulisan ini

lalu apa yang akan kita lafalkan
di lubuk-lubuk kediaman
di pucuk-pucuk pendakian
betapa masihlah sepi, pengakuan

lalu, masihkah kita sanggup menyebut
kekudusan malam
dengan gigil degupan

sedangkan kita begitu lena
pada cemas dan dahaga jiwa
sedangkan kita amat jumawa
tekun menabung mozaik dusta


Jalanku
Oleh: Adi Haekal FISIP/PSIKOLOGI UNISMA Bekasi

kulangkahkan kakiku
menyusuri jalan
kadang ke kiri
kadang ke kanan
yang lurus pun kulewati
aku tak pernah merasa menyesal, walau jalan itu
sering membuatku tersandung dan luka
di tubuh maupun hati
karena kulangkahkan kakiku
sesuai dengan keinginan hati
jalanku
kehidupanku

Ada Apa Tahun Ini?

kami disibukkan oleh kenyataan yang tak sepaham
gelut resah pikiran sampai berkerak di kening luar
jeritan teriak lantang pun sudah tak bertaring dan bergeraham
semua sudah membatas dan berada dalam batasan paling luar

ada apa dengan tahun ini ?

butiran-butiran kegalauan
seakan menjadi bom atom yang diledakkan 
dalam hati setiap manusia
kita gila dibuatnya

ada apa dengan tahun ini ?

penderitaan merajarela
penindasan semakin menggila
kekerasan terjadi sini sana
bom pun masih bisa meledak di mana-mana

ada apa dengan tahun ini ?

rongsok hidup dalam jalan perjalanan kita
untuk melintasi batas-batas rongga perut yang kosong
melewati tahun ini tanpa ada perubahan
semua sama dengan tahun-tahun sebelumnya

ada apa dengan tahun ini ?

alam belum bisa bersahabat dengan kita
laut membunuh
gunung membunuh
angin pun masih membunuh

ada apa dengan tahun ini ?

Oleh: Fahlan (rindu kabut mandalawangi)


Elegi Akhir Tahun
Oleh Ivan Faizal, wartawan.

rasa sakit mengajarkan arti keberanian
rasa nyaman hanya akan membuat kita ketakutan

mereka bangkit melawan,
sebab mereka lelah kesakitan
hanya mereka pecinta kemapan,
rela meletakkan keberanian di kaki tangan kekuasaan

kami bukan orang-orang yang gandrung kesemuan
kami adalah kenyataan, bangkit, menghapus penistaan

manusia bukan berhala, setiap saat dipuja.
manusia bukan kerbau, dungu dan menerima
manusia bukan srigala, liar, buas dan memangsa
tetapi manusia juga bukan hamba-hamba sesamanya



Menuju Restorasi
(Karya: Jack Efendi, (Ponadi Efendi Santoso)

aku berdiri di antara lempeng waktu
menjadi batas tipis antara akhiran
malu membuka lembaran pada awalan
irama waktu yang terdengar menderu
mengingatkan aku pada taburan desah nafas

di akhir Desember ini
aku ingin memetik buah yang aku tanam
namun, ada keperihan yang kurasa
ketika aku amati ada hama jiwa di sana
ia melahap benih-benih keindahan,
yang aku tabur di ladang jiwa
ada hama keserakahan
ada hama kepongahan
ada hama kerakusan
ada hama ketamakan
ada hama kedengkian

aku telah alpa akan tugasku untuk menjaganya
terlena oleh tipuan sejengkal kenikmatan
aku telah dhalim terhadap tanamanku

ladangku pun tak lagi basah dan gembur
mengeras tertimbun oleh pecahan batu-batu
yang remuk oleh gerigi-gerigi waktu
penyesalan jiwa tiada terkira

di awal Januari ini
akan aku restorasi sejuta kealpaan
akan aku pupuk lagi benih-benih asa
sehingga semua akan terasa indah
bila pada waktunya telah tiba
bahagia akan mendekap jiwa

Jakarta, 24 Desember 2011


Pada Bening Embun dan Merah Api
(Karya: Jack Efendi, (Ponadi Efendi Santoso)


pada sebutir embun
yang terkikis dari tepi daun
aku titipkan biji cintaku
pada pemilik khuldi yang ranum
semoga ia tulus
membesarkan nafas cinta

pada merahnya fajar pagi
aku titipkan bara cinta yang berapi
pada pemilik bibir merekah delima
semoga ia tetap menjaga nyalanya
hangatnya, meluruhkan dinginnya jiwa

pada batas Desember ini,
aku ingin meluruhkan kecewa
menghapus lukalara
menutupnya dengan sebait doa

pada ambang Januari
aku hendak mengawali
asa yang akan aku gapai
semoga ia terus bersemi
 Jakarta, 26 December 2011

 (Telah dimuat di Radar Bekasi (30/12/2011: 6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar