Jumat, 13 Januari 2012

Sungai yang Mengalir dalam Jiwa

Saung sastra sedang dibangun. Lelaki itu, bapak tukang, sangat bersemangat membantu kami. Yah..meski pun uang yang kami beri sedikit-demi sedikit, sehingga pembuatannya pun bertahap. Saung ini dibangun di dekat kampus Unisma, di pinggiran Kalimalang.
Hayoo, siapa lelaki baju putih itu? Hmm..namanya Bang Ane Matahari. Jangan takut, wajahnya memang seram, tapi baik kok.Banyak orang panggil dia Jamal Mirdad (mirip). Dialah yang mondar-mandir cari dana pembuatan saung sastra, benar-benar tokoh yang malang kali. Akhirnya, berkat kerja bersama, saung pun sudah bisa ditempati untuk tempat diskusi, sekaligus sebagai taman bacaan. 


Setelah saung sastra agak rapi, tibalah saatnya deklarasi. Kami menggelar pentas pinggir kali dan panggung terapung. Siang itu, kamai mengangkat sebuah panggung yang terbuat dari rakitan drum dan papan, kemudian diceburkan ke Kalimalang. Acara dimulai malam hari: pembacaan puisi, musikalisasi puisi, teater, diskusi, dll. Ada penyair Sutardji Colzum Bachri juga.
Panggung mengapung. Jembatan bambu diselonjorkan ke tubir kali. Panggung terapung ini dibuat sebagai simbol kampanye kali bersih . Kami coba tunjukkan pada dunia, seni juga mampu menubuh dalam masyarakat. Bukankah itu lebih selok? daripada ketuk kebijakan, tapi hasilnya nol!

Mungkin ini yang disebut Keluarga Bahagia (KB). Suami-Istri, Bang Ane dan Mba Titin, duduk mesra di atas panggung pinggir kali diiringi petikan gitar putra keduanya, Gaung. Satu keluarga ini gandrung sekali pada seni.
Malam puncak panggung terapung dan pentas pinggir kali mengalir rapi. Sutarji, meskipun sudah 70 tahun, tapi tak diragukan di atas panggung, penampilannya memukau ratusan penonton. Dia mengatakan, bangsa ini dibangun dari puisi: sumpah pemuda. Pemudalah yang melahirkan bapak bangsa, bukan bapak yang melahirkan pemuda. Sajaknya yang berjudul "PEMUDA MANA TELORMU?" disambut dengan jeritan riang dan riuh tepukan tangan. Bahkan, pengendara motor di seberang kali, berhenti berjejeran ingin menyaksikan aksi presiden penyair jalanan ini. Malam itu, setidaknya menunjukkan pada publik bahwa kami mampu menghadirkan kesejukan di tengah gegap-gempita iklim politik negeri ini, paling tidak buat Kota Bekasi, Kota Patriot kami! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar